2.26.2010

Kembali

Setelah lalui jalan memutar dan berkelok, kini aku kembali
pada ladang penuh tanda tanya dan teka-teki
maka kini kembali kuhabiskan hari dengan membuat hipotesis
tanpa berujung eksperimen yang berparameter jelas
karena semua variabel yang kuteliti
tak pernah pasti benar-salahnya secara akademik

kadang biru, kadang hitam
kadang dekat, kadang jauh
mengapa sudi kulalui rimba yang berkabut?

2.13.2010

Suatu Pagi, di Jalan Taman Sari.

Sampai ujung, sampai manakah ku berlari?
tidak lambat, tidak kencang, memungut sisa langit malam
dan uap air yang mengembun dalam nafas terengah.
Sampai kapan? Sampai letih,
sampai otot berselimut asam laktat
likat.

Mengejar angin, mengejar apakah ku berlari?
Mengejar angin,
mengejar dingin.

P-I-J-A-R

Kau memulainya di nada rendah, dengan huruf P dan I. "Pi" yang kau ucapkan terdengar bagai desir angin. Singgah pelan di telinga kanan lalu diproses begitu lama di thalamus. Lalu huruf J, A, dan R berikutnya datang tak terduga, menabrak "Pi" yang sedang enak-enak berdiam di tempatnya. Kau ucapkan "Jar" dengan nada tinggi, namun tetap halus. Bagiku "Jar" adalah rintik hujan deras lalu berubah jadi gerimis yang indah dipandang dari balik jendela sore hari. Dan ketika kau menyelesaikannnya, seakan nama itu milikmu, seakan nama itu tak pernah beranjak dari mulutmu:

"Pijar..."

Abadi.

2.12.2010

Tanpa Judul

Kucoba jelaskan kekaguman yang sebenarnya biasa saja
dengan tinta dan pena, diksi dan metafora
puisi dan prosa
lalu mereka memanggilku pujangga karenanya
meski aku tak suka.

Nyatanya kurasakan hadirmu di sela-sela pengetikan laporan
dalam font times new roman, size 12
spasi 1,5
justified.