12.26.2009

Perenungan 19 Tahun.

Sembilan belas tahun kulihat kembali
rentetan kisah hidup yang tersusun rapi.
Berawal dengan sekelompok pemuda dengan kostum warna-warni
dan pahlawan bertopeng bersenjatakan pedang matahari.
Lalu aliran waktu berjalan pelan tapi pasti.
Sampai kulihat musik berkualitas masih ada di MTV
untuk terakhir kali.

Kini, televisi membuka kelas akselerasi.
Dan cinta, dengan segala interpretasinya
telah dieksplorasi hingga sisi tergelapnya.
Bunyi-bunyian kosong mencuci otak, entah di bagian mana
membuat kita percaya kalau kita suka
pada melodi dan kata-kata yang itu-itu saja.

Kenapa hanya mendayu-dayu
yang kau ambil dari tanah melayu?

Aku tak percaya dengan warna abu-abu!
itu hanya akal-akalan para mantan pembantu
supaya payudara dan pinggul mereka laku!

Relativitas membawa masa depan ke depan wajah
terasa begitu cepat, padahal terakhir kali kuingat
satu menit masih 60 detik dan aku masih bermain ular tangga di garasi.
Siluet kiamat dan akhir dunia membuat banyak orang mengantri
tapi aku berpikir
bahwa sebenarnya, yang membuat kita ngeri
dalam bentuk yang tak kita pahami
bukan pemanasan global atau tsunami
atau kehancuran bumi.

Tapi semesta yang terus hidup dan berubah
sedang kita abadi
dalam stagnasi.



Epilog:
Aku berdiri dan berpegangan teguh
walau kutahu genggamanku rapuh
pada apa yang tersisa dari apa
yang kuyakini
yang kumengerti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar